[NB: Sekadar berkongsi]
Makalah
SYEIKH DR. SALIM ‘ALWAN AL HUSAINI
Ketua Umum Darul Fatwa Australia (Mufti Australia/Ketua Majlis Ulama Australia)
Pada acara Seminar Antarabangsa yang dianjurkan oleh Aswaja NU Center PWNU JAWA TIMUR, Sabtu, 30 Jun 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاةوالسلام على سيدنا محمد وعلىءاله وصحبه الطيبين الطاهرين وبعد
قال الله تعالى: وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِمَا تَبَيَّنَ لَه
الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَسَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّه مَاتَوَلَّى
وَنُصْلِه جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرا (سورة النساء: 115)
Maknanya:
"Barangsiapa menentang Rasulullah setelah jelas baginya petunjuk dan
mengikuti jalan selain orang-orang mukmin, Kami biarkan dia menempuh
jalan kesatan yang dia tempuh itu, dan Kami akan menjadikannya penyulut
jahannam dan ini adalah sejelek-jelek tempat kembali"(QS. An-Nisa':
115).
Para hadirin sekalian!
Ketahuilah –semoga Allah merahmati
kalian dengan taufiq-Nya- bahawa Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kelompok
majoriti ummat Muhammad, mereka adalah para sahabat dan orang-orang
yang mengikuti mereka dalam prinsip-prinsip keyakinan (I'tiqad), iaitu
keyakinan pada enam perkara yang tersebut dalam hadis Jibril bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وبالقدر خيره وشره
Maknanya: "Iman adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, qadar (ketentuan Allah),
dan apa-apa yang ditentukan oleh Allah (al maqdur) yang baik dan yang
buruk".
Generasi paling mulia dari seluruh kaum Ahlussunnah wal
Jama'ah adalah mereka yang hidup pada tiga abad pertama, sebagaimana
tersebut dalam hadits nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:
خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
Maknanya: "Sebaik-baik ummatku adalah mereka yang hidup seabad denganku, kemudian abad berikutnya, kemudian abad berikutnya".
Makna "qarn"yang tersebut dalam hadits tersebut adalah seratus tahun,
ini sesuai dengan pemaknaan yang dipilih oleh al Hafizh Abu al Qasim
Ibnu Asakir dan para ulama lainnya, dan mereka –kaum Ahlussunnah wal
Jama'ah- juga yang dimaksudkan dalam hadits riwayat at Tirmidzi dan
lainnya:
أصيكم بأصحابي ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم وفيه قوله
عليكم بالجماعة وإياكم والفرقة فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد
فمن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة
Maknanya:"Aku berwasiat kepada
kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian generasi setelah
mereka, kemudian generasi setelah mereka". dalam terusan hadits tersebut
terdapat: "Tetap berpegang teguhlah kalian pada majoriti umat, dan
jangan terpecah belah, karena setan itu bersama satu orang, dan dia akan
lebih jauh dari dua orang, barangsiapa menginginkan tempat yang lapang
di surga maka hendaklah ia berpegang teguh dengan ajaran al Jama'ah".
Hadis tersebut dinilai shahih oleh al Hakim dan at-Tirmidzi menilai hadits ini adalah hadits hasan sahih.
Mereka –kaum Ahlussunnah wal Jama'ah- juga yang dimaksudkan dengan al
Jama'ah yang tersebut dalam hadis riwayat Abu Dawud bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وإن هذه الملة ستفترق إلى ثلاث وسبعين ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي الجماعة
Maknanya:"Umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan,
tujuh puluh dua di antaranya akan masuk neraka, dan hanya satu yang
masuk surga, yaitu al Jama'ah".
Yang dimaksud dengan al Jama'ah di
sini adalah kelompok majoriti ummat, bukan solat berjama'ah,
sebagaimana ditegaskan dalam hadits Zaid ibn Tsabit bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ثلاث لا يغل عليهن قلب المؤمن إخلاص العمل والنصيحة لولي الأمر ولزوم الجماعة فإن دعوتهم تكون من وراءهم
Al Hafiz Ibnu Hajar al 'Asqalani menilai hadits ini adalah hadits hasan.
Ahlussunnah wal Jama'ah adalah majoriti ummat dan kelompok yang
selamat. Semenjak tahun 260 Hijriyyah telah menyebar bid'ah dalam aqidah
dari golongan Mu'tazilah,Musyabbihah dan lain-lain, akan tetapi Allah
ta'ala menjadikan dua imam besar Abu al Hasan al Asy'ari (w. 324 H) dan
Abu Manshur al Maturidi (w. 333) –semoga Allah meridhai keduanya-,
mereka berdua berjuang dengan menjelaskan aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah
yang merupakan aqidah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti
mereka, dengan menetapkan dalil-dalil naqli dan aqli serta bantahan
terhadap syubhat-syubhat golongan Mu'tazilah, Musyabbihah dan lainnya,
sehingga akhirnya Ahlussunnah dinisbatkan kepada mereka berdua, dan
dikatakan Ahlussunnah wal Jama'ah adalah Asy'ariyyun (pengikut Imam
Asy'ari) dan Maturidiyyun (pengikut Imam Maturidi).
Al 'Izz ibn
Abdissalam menyebutkan bahwa aqidah imam al Asy'ari telah disepakati
oleh para penganut mazhab Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan pemuka-pemuka
mazhab Hanbali, dan pernyataan beliau tersebut disetujui oleh tokoh
ulama mazhab Maliki yang hidup di masanya, yaitu Abu 'Amr ibn al Hajib,
dan tokoh Mazhab Hanafi Jamaluddin al Hushairi, dan juga disepakati
oleh as-Subki.
Tajuddin as-Subki berkata: "Dan mereka penganut
mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan pemuka-pemuka mazhab Hanbali
semuanya adalah satu dalam aqidah, mereka semua mengikuti ajaran
Ahlussunnah wal Jama'ah, tunduk beragama kepada Allah dengan mengikuti
mazhab syaikhussunnah Abu al Hasan al Asy'ari –semoga Allah
merahmatinya- lalu beliau berkata juga: Secara garis besar aqidah yang
diajarkan oleh Imam al Asy'ari adalah ajaran-ajaran aqidah yang dimuat
oleh kitab aqidah Imam Abu Ja'far at-Thahawi (al Aqidah ath-Thahawiyyah)
yang diterima oleh para ulama berbagai mazhab dan diridlai sebagai
aqidah yang benar".
Al hafiz Murtadla az-Zabidi dalam Syarh Ihya'
Ulum ad-Din berkata : "Jika disebutkan Ahlussunnah wal Jama'ah maka yang
dimaksud adalah Asy'ariyyah dan Maturidiyyah".
al Faqih al Hanafi Ibnu Abidin dalam Hasyiyahnya berkata : Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kaum asy'ariyyah dan maturidiyyah".
Abu Bakar ibn Qadli Syuhbah dalam kitab Thabaqat-nya : "Syeikh Abu al
Hasan al Asy'ari al Bishri Imam para mutakallimin, pembela ajaran
sayyidil mursalin, dan penegak agama".
Syeikh Abu Ishaq as-Syirazi
–semoga Allah merahmatinya- menulis: "al Asy'ariyyah adalah Ahlussunnah
wal jama'ah itu sendiri dan penegak syari'at, mereka bangkit untuk
membantah para penyebar bid'ah seperti kelompok Qadariyyah dan
lain-lain, maka siapapun yang mencela mereka, berarti telah mencela
ahlussunnah, dan jika diajukan perkara dia itu kepada pemimpin yang
mengurus perkara umat Islam, maka wajib untuk diberi pelajaran dengan
hukuman yang membuat setiap orang jera". Syeikh Abu BakrMuhammad ibn
Ahmad as-Syasyi murid Syeikh Abu Ishaq menyetujui dan menandatangani
pernyataan gurunya ini.
Inilah agama Allah yang dianut oleh generasi
as-Salaf as-Shalihdan ajaran itu diwarisi dari para generasi salaf oleh
generasi al khalaf as-shalih, dan Mazhab Asy'ari dan Maturidi dalam
aqidah adalah satu. Mazhab yang benar yang dianut oleh as-Salaf
as-Shalih adalah mazhab yang dianut oleh Asy'ariyyah dan Maturidiyyah,
pengikutnya berjumlah ratusan juta ummat Islam, lalu bagaimana mungkin
mereka yang majoriti itu dikatakan sesat, dan sebaliknya bagaimana bisa
kelompok minoritas yang hanya berjumlah sekitar tiga jutaan dianggap
benar, yang benar adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa majoriti ummatnya tidak akan berada
dalam kesesatan secara bersama-sama, dan ini adalah salah satu
keistimewaan bagi ummat Nabi Muhammad ini, hadits yang diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi dan Ibnu Majah menunjukkan akan hal ini, yaitu sabda
beliau:
إن الله لا يجمع أمتي على ضلالة
Maknanya:"Allah tidak menjadikan umat ini bersepakat semuanya dalam kesesatan".
Dan dalam riwayat Ibnu Majah dengan tambahan:
فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم
Maknanya: "Kalau kalian melihat adanya perselisihan, maka berpegang teguhlah pada ajaran majoriti umat".
Hadis mauquf Abu Mas'ud al Badri juga menguatkan kebenaran hal ini, yaitu perkataan beliau:
وعليكم بالجماعة فإن الله لا يجمع هذه الأمة على ضلالة
Maknanya:"Berpegang teguhlah kalian pada ajaran al Jama'ah, karena
Allah tidak menjadikan umat ini bersepakat semuanya dalam kesesatan".
Al hafiz Ibnu Hajar al Asqalani menilai hadits ini dan mengatakan:
"Sanadnya hasan" juga hadits mauquf Abdullah ibn Mas'ud yang juga shahih
nisbatnya kepada beliau, yaitu perkataan beliau:
ما رءاه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رءاه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح
Maknanya:"Apa yang dilihat oleh orang-orang Islam sebagai kebaikan,
maka itulah sejatinya kebaikan yang dianjurkan oleh Allah, dan apa yang
dilihat oleh mereka sebagai keburukan, maka itulah sebenarnya keburukan
yang dilarang oleh Allah".
AlHafiz Ibnu Hajar berkata: "Ini adalah hadits mauquf yang hasan".
Maka jelaslah bahwa aqidah yang benar yang dianut oleh generasi
as-Salaf as-Shalihadalah ajaran yang dianut oleh Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah, jumlah mereka mencapai ratusan juta umat Islam, mereka
adalah kelompok majoriti dalam ummat ini, penganut Mazhab Syafi'i,
Maliki, Hanafi dan pemuka-pemuka Mazhab Hanbali yang lurus, dan
Rasulullah telah mengabarkan bahkan mayoritas ummatnya tidak akan
tersesat, maka sungguh beruntung orang-orang yang berpegang teguh dengan
ajaran ini.
Maka wajib hukumnya untuk bersungguh-sungguh dalam
mempelajari aqidah al Firqah an Najiyyahini, yang mana mereka itu adalah
kelompok majoriti ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, karena
ilmu aqidah adalah ilmu yang paling utama, ilmu yang menjalaskan tentang
pondamen agama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya:
"Amalan apakah yang paling utama", beliau menjawab: beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya" (H.R. al Bukhari). Maka tidak perlu dihiraukan
ocehan-ocehan golongan musyabbihah yang menjelek-jelekkan ilmu ini,
mereka mengatakan bahwa ilmu aqidah adalah ilmu kalam yang dicela oleh
generasi salaf, dan mereka tidak tahu bahwa ilmu kalam yang tercela
adalah ilmu kalam yang dicetuskan dan ditekuni oleh sekt-sekt
mu'tazilah, musyabbihah dan golongan-golongan ahli bid'ah yang serupa
dengan mereka, adapun ilmu kalam yang terpuji adalah ilmu kalam yang
ditekuni oleh Ahlussunnah, yang mana dasar-dasarnya sudah ada di zaman
sahabat, dan kami telah sebutkan mengenai hal itu. Banyak ulama yang
menulis kitab-kitab berisi penjelasan aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah,
seperti kitab al-Aqidah ath-Thahawiyyah karya Imam Abu Ja'far
ath-Thahawi (w. 321 H), al Aqidah an-Nasafiyyah karya al Imam an-Nasafi
(w. 573 H), al Aqidah al Mursyidahkarya Abu Abdillah Muhammad ibn
Abdillah al Hasani yang lebih dikenal dengan julukan Ibnu Tumart (w. 524
H), yang mana kitab ini diajarkanoleh Syekh Fakhruddin Ibnu Asakir (w.
620 H), al Aqidah as-Shalahiyyah karya Imam Muhammad ibn Hibatillah al
Makki (w. 599 H) yang diberi nama Hadaiq al Fushul wa Jawahir al Ushul,
kitab ini kemudian dihadiahkan oleh pengarangnya kepada Sultan
Shalahuddin al Ayyubi (w. 589 H), dan sang sultan pun menerimanya
dengan penuh kegembiraan, beliau pun memerintahkan agar kitab tersebut
diajarkan untuk semua kalangan bahkan kepada anak-anak di
madrasah-madrasah sehingga kitab ini akhirnya dinamakan dengan al Aqidah
ash-Shalahiyyah, dan Sultan Shalahuddin sendiri yang tercatat sebagai
seorang alim dalam fiqih Madzhab Syafi'i memiliki perhatian khusus dalam
menyebarkan aqidah sunniyyah ini, beliau memerintahkan kepada para
muadzdzin pada waktu tasbih untuk mengumandangkan aqidah ini setiap
malam, baik di Mesir, daratan Syam, Makkah atau Madinah, sebagaimana hal
ini telah dinukil oleh Imam as-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya al
Wasail ila Musamarah al Awail dan lain-lain, dan masih banyak lagi
kitab-kitab lain dalam bidang aqidah yang masih juga dikarang dan
ditulis hingga sekarang.
Beberapa nas yang menunjukkan keutamaan Asya'irah
Allah ta'ala berfirman:
يا أيها الذين آمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله بقوم يحبهم
ويحبونه أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين يجاهدون في سبيل الله ولا
يخافون لومة لائم ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء والله واسع عليم (المائدة:
54)
Maknanya: "Wahai orang-orang yang beriman, siapapundari kalian
yang keluar dari agamanya (Islam), maka Allah akan mendatangkan kaum
yang Ia ridha kepada mereka dan mereka itu cinta kepada Allah, mereka
itu bersikap lembut kepada sesama orang-orang mukmin, dan bersikap keras
kepada orang-orang kafir, berjihad di jalan yang diridlai oleh Allah,
dan tidak takut pada celaan orang yang mencela, itulah kemuliaan yang
diberikan oleh Allah kepada siapapun yang Ia kehendaki, dan Allah Maha
Pemurah lagi Maha Mengetahui".
AlHafiz Ibnu Asakir
menyebutkan dalam kitabnya Tabyin Kadzib al Muftari dan al Hakim dalam
Mustadraknya menyebutkan bahwa ketika turun ayat:
فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Mereka adalah kaummu
wahai abu Musa", seraya tangan beliau menunjuk kepada Abu Musa al
Asy'ari", al Hakim berkata: "Hadis ini sahih sesuai dengan syarat
Muslim", juga diriwayatkan oleh Imam at-Thabari dalam tafsirnya, Ibnu Abi
Hatim dalam tafsirnya, dan juga oleh Ibnu Sa'd dalam thabaqatnya, juga
at-Thabarani dalam al Mu'jam al Kabir. Al Haitsami dalam Majma' az-Zawaid
berkata mengenai hadits ini: "Para perawinya adalah perawi-perawi
hadis sahih".
AlQusyairi berkata: "Jadi para pengikut Abu al
Hasan al Asy'ari adalah kaum Abu Musa, karena dimanapun jika
disandarkan kaum kepada nabi maka yang dimaksud adalah para pengikutnya,
disebutkan oleh al Qurthubi dalam tafsirnya (juz. 6, hal. 220)".
Al
Baihaqi berkata: "Hal itu dikarenakan fadhilah yang agung dan martabat
yang mulia dalam hadits ini bagi Imam Abu al Hasan al Asy'ari –semoga
Allah meridlainya-, beliau adalah termasuk anak cucu dan keturunan Abu
Musa al Asy'ari yang diberi kelebihan ilmu, dikurniai kefahaman, dan
diberi kekhususan oleh Allah sebagai penegak ajaran nabi dan pemberantas
bid'ah dengan mengungkapkan dalil dan membantah syubhat".Pernyataan ini
disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam Tabyin Kadzibal Muftari.
Imam al
Bukhari meyebutkan dalam Sahihnya: "Bab datangnya kaum Asy'ariyyin dan
penduduk Yaman". Abu Musa meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata: "Mereka adalah bagian dariku dan aku bagian
dari mereka".
Ketika turun ayat ini, tidak lama kemudian datanglah
segerombolan kaum asy'ariyyin dan kabilah-kabilah dari yaman, Al Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
أتاكم أهل اليمن هم أرق أفئدة وألين قلوبا الإيمان يمان والحكمة يمانية
Maknanya: "Telah datang kepada kalian orang-orang yaman, mereka lebih
lembut hatinya dan lebih halus perasaannya, termasuk salah satu keimanan
yang sempurna adalah keimanan orang-orang Yaman, dan hikmah yang
sempurna adalah hikmah dari Yaman".
Imam al Bukhari meriwayatkan
dalam shahihnya dari Imran ibn al Hushain bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam didatangi oleh sekelompok orang dari Bani Tamim, lalu
rasulullah mengatakan kepada mereka: terimalah kabar gembira wahai Bani
Tamim, namun mereka menjawab: Engkau telah memberi kabar gembira kepada
kami, maka berilah kami dua kali, maka seketika itu raut muka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berubah –kerana menyesalkan sikap mereka
itu yang lebih mengutamakan dunia- lalu kemudian beliau didatang juga
oleh sekelompok orang dari yaman, beliau pun mengatakan kepada mereka:
Wahai orang-orang yaman terimalah kabar gembira yang tidak diterima oleh
bani Tamim", mereka pun menjawab: kami telah menerimanya wahai
Rasulullah, kami mendatangimu untuk mempelajari ilmu agama dan bertanya
tentang awal mula penciptaan alam ini, Rasulullah menjawab:
كان الله ولم يكن شىء غيره
Maknanya:"Allah ada (tanpa permulaan), dan tidak ada sesuatupun selain-Nya".
Allah ada (dengan keberadaan yang azali/tanpa permulaan), dan belum ada
tempat, waktu, arah arsy langit, benda, gerak, diam, makhluk, lalu
Allah menciptakan makhluk, dan setelah diciptakan makhluk-makhluk Allah
tetap ada seperti sediakala (sebelum diciptakan makhluk), Ia subhanahu
wa ta'ala ada tanpa bersifat dengan sifat makhluk, tanpa tempat dan
tanpa arah.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah, kita semua
termasuk penganut aqidah sunniyyah yang kita yakini ini, dan yang dahulu
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, para sahabat
beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan, yang mana
Rasulullah telah memuji pengikut aqidah ini dalam hadits beliau yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al Bazzar, ath-Thabarani, al Hakim dengan
sanad yang sahih:
لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش
Maknanya: "Konstantinopel akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin
adalah pemimpin yang berhasil menaklukkannya, dan sebaik-baik bala
tentara adalah bala tentara yang menaklukkannya".
Dan konstantinopel
telah ditaklukkan setelah 900 tahundari masa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, penakluknya adalah as-Sulthan Muhammad al Fatih al
Maturidi –semoga Allah merahmatinya- dan beliau beraqidah sunni,
meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat, mencintai para shufi, dan
bertawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Sultan Muhammad al Fatih dan bala tentaranya yang ikut bersamanya,
telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa
mereka itu dalam keadaan yang baik, dan demikian juga para raja-raja di
kerajaan Turki Utsmani lainnya, mereka semua telah berjuang
mempertahankan bendera kaum muslimin dan melindungi agama dalam
berabad-abad lamanya.
Ratusan juta umat Islam mengikuti ajaran
aqidah ini, baik salaf maupun khalaf, di barat ataupun di timur, dalam
pengajaran dan pembelajaran, kenyataan menjadi saksi kebenaran hal ini,
dan kiranya cukup sebagai bukti kebenaran aqidah ini bahwa para sahabat,
tabi'in, atba' at-tabi'in (dan mereka itulah yang dimaksud dengan
as-salaf ash-shalih) dan termasuk orang-orang yang mengikutipara sahabat
dengan baik meyakini aqidah ini, para huffazh pemuka-pemuka ahli
hadits, sepertial Hafizh Abu Bakr al Isma'ili pengarang al Mustakhraj
'ala al Bukhari, al Hafizhal 'alam al masyhurAbu Bakr al Baihaqi, al
Hafizhyang disebut-sebut sebagai Afdlalul Muhadditsindi daratan Syam
pada zamannya al Hafizh Ibnu Asakir, kemudian datang setelah beliau
seorang alim yang menyamai beliau dalam keilmuan, yang disebut-sebut
sebagai Amirul Mukminin fil Hadits Ahmad Ibnu Hajar al Asqalani, dan
orang yang betul-betul melihat dengan teliti pasti akan mengetahui bahwa
kaum Asya'irah adalah tokoh-tokoh ternama dalam berbagai disiplin ilmu
dan hadits, di antaranya: Mujaddid abad keempat hijriyyah al Imam Abu
at-Thayyib Sahl ibn Muhammad, Abu al Hasan al Bahili, Abu Bakr ibn
Furak, Abu Bakr al Baqillani, Abu Ishaq al Isfirayini, al HafizhAbu
Nu'aim al Ashbahani, al QadliAbdul Wahhab al Maliki, as-Syaikh Abu
Muhammad al Juwaini dan putranya Abu al Ma'ali Imamul Haramain al
Juwaini, Abu Manshur al Baghdadi, al Hafizhad-Daraqutni, al Hafizh al
Khatib al Baghdadi, al Ustadz Abu al Qasim al Qusyairi, dan putranya abu
Nashr, asy-Syaikh Abu Ishaq as-Syirazi, Nashr al Maqdisi, al Ghazali,
al Furawi, Abu al Wafa Ibnu Aqil al Hanbali, Qadli al Qudlatad-Damaghani
al Hanafi, Abu al Walid al Baji al Maliki, al Imam as-Sayyid Ahmad
ar-Rifa'i, Ibn as-Sam'ani, al Qadli 'Iyadl, al Hafizh as-Silafi,
an-Nawawi, Fakhruddin ar-Razi, al 'Izz ibn Abdissalam, Abu Amr ibn al
Hajib al Maliki, Ibnu Daqiq al 'Id, 'Alauddin al Baji, Qadli al
QudlatTaqiyyuddin as-Subki, al Hafizh al 'Ala'i, al Hafizh Zainuddin al
'Iraqi, dan putranya al Hafizh Waliyuddin al 'Iraqi, al Hafizh Murtadla
az-Zabidi al Hanafi, asy-Syaikh Zakariya al Anshari, asy-Syaikh
Bahauddin ar-Rawwas as-Shufi, Mufti Makkah Ahmad Zaini Dahlan, Mufti
India Waliyullah ad-Dihlawi, Mufti Mesir asy-Syaikh Muhammad 'Illaisy,
Syaikh al Jami' al Azhar Abdullah asy-Syarqawi, asy-Syaikh Abu al Hasan
al Qawuqji Nuqthat al Bikar fi Asanid al Mutaakhkhirin, Syaikh Husain al
Jisr at-Tharabulsi, as-Syaikh Abdul Basith al Fakhuri Mufti Beirut, al
Allamah 'Alawi ibn Thahir al Hadlrami al Haddad dan Syafi'iyyul Ashr
Rifa'iyyul Awan as-Syaikh al Faqih al Muhaddits Abdullah al Harari,
as-Syaikh as-Shufi as-Shadiq Mushthofa Naja Mufti Beirut, dan
lain-lainpara pemuka agama yang teramat banyak dan tidak mengetahui
keseluruhan jumlah mereka kecuali Allah semata.
Termasuk juga al
Wazir al MasyhurNizham al Mulk, as-Sulthan al Adil al 'Alim al Mujahid
Shalahuddin al Ayyubi –semoga Allah merahmatinya-, pada masa
kekuasaannya beliau memerintahkan agar dikumandangkan dasar-dasar aqidah
sesuai dengan ibarat-ibarat Imam al Asy'ari di atas menara-menara
sebelum adzan Shubuh, dan agar diajarkan nazhaman yang dikarang oleh
Muhammad ibn Hibatillah al Barmaki untuk anak-anak di kuttab-kuttab, di
antara bait-baitnya adalah sebagai berikut:
وصانع العالم لا يحويه قطر تعالى الله عن تشبيه
قد كان موجودا ولا مكان وحكمه الآن على ما كان
سبحانه جل عن المكان وعز عن تغير الزمان
فقد غلا وزاد في الغلو من خصه بجهة العلو
Maknanya:"Dan pencipta alam ini tidak diliputi oleh arah, Maha Suci Allah dari serupa"
"Allah ada (tanpa permulaan/azali) dan belum ada tempat, dan setelah
menciptakan tempat Ia tetap ada seperti semula (tanpa tempat)"
"Maha Suci Allah dari bertempat, dan Maha Suci Allah dari perubahan masa"
"Telah berlebihan dan bertambah berlebihan, orang yang menetapkan Allah ada di arah atas".
Inilah aqidah yang diajarkan di Universitas al Azhar di Mesir, dan di
Universitas az-Zaitunah di Tunisia, bahkan diseluruh wilayah Maghrib,
juga di Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki, daratan Syam, Sudan,
Yaman, Irak, India, Afrika, Bukhara, Daghistan, Afganistan, dan semua
Negara-negara Islam.
Termasuk juga al Malik al Kamil al Ayyubi
dan Sulthan al Asyraf Khalil ibn al ManshurSaifuddin Qalawun, dan semua
sulthan-sultan di berbagai dinasti Mamluk.
Kami tidak bermaksud
dengan apa yang kami sebutkan ini untuk menghitung secara keseluruhan
kaum asya'irah dan maturidiyyah, karena siapa yang bisa menghitung
bintang-bintang di langit, atau mengetahui secara persis jumlah
butiran-butiran pasir di gurun?
Jadi Asya'irah dan maturidiyyah mereka itulah Ahlussunnah wal Jama'ah yang sebenarnya, dan merekalah al Firqah an-Najiyah.
Dan sepantasnya saya mengkhususkan Negara penyelenggara acara seminar
ini yaitu Indonesia, yang mana mayoritas penduduknya adalah penganut
ajaran sunni asy'ari, semenjak Islam masuk ke Negara ini, dan kemudian
disebarluaskan dan dipertahankan oleh para ulama yang shalih.
Sikap ghuluw pada banyak orang yang mengaku pengikut madzhab hanbali
Dinamakan Hanabilah karena mereka berafiliasi kepada Imam Ahmad ibn
Muhammad ibn Hanbal as-Syaibani(w. 241 H), salah seorangulama mujtahid
yang terkemuka, terkenal dengan kezuhudan dan kawara'annya, jauh dari
raja-raja, hanya menyibukkan diri dengan ilmu agama, meski kesulitan
ekonomi melilit –semoga Allah merahmati dan meridhainya-.
Imam Ahmad
diberikan ujian dengan banyaknya orang yang berafiliasi kepada beliau,
sebagaimana Imam Ja'far as-Shadiq diuji dengan banyak orang yang
berafiliasi kepadanya, dan sebagaimana beberapa ulama lainnya diuji
dengan murid-murid mereka yang menyimpang, menambah-nambah pada pendapat
mereka hal-hal yang sebetulnya jauh di luar pendapat mereka itu, dan
berbohong dengan mengatasnamakan mereka.
Oleh karenanya kita temukan
banyak ulama-ulama terkemuka seperti al Baihaqi, Ibnu al Jauzi, Abu al
Hasan al Asy'ari meriwayatkan dari Imam Ahmad dengan sanad-sanad yang
kuat, berbeda dengan riwayat-riwayat para pengikut beliau sendiri yang
berlebihan dan menyimpang.
Tapi yang saya maksudkan di sini, kita
tidak boleh menisbatkan kepada Imam Ahmad semua yang dinisbatkan kepada
beliau oleh setiap orang yang berafiliasi kepada beliau.
Imam
Ahmadsendiri terkenal dengan keteguhan iman beliau setelah dilakukan
imtihan dalam peristiwa mihnah khalq al Qur'an yang terjadi pada awal
abad ketiga hijriyyah. Dan Imam Ahmad saat itu teguh mempertahankan
keyakinan beliau dan tidak tergelincir pada jurang kesalahan sebagaimana
yang terjadi pada beberapa ulama lain saat dilakukan imtihan kepada
mereka oleh penguasa Abbasiyyah.
Tidak diragukan lagi bahwa aqidah
tajsim dan tasybih (menyerupakan) Allah dengan makhluk-Nya telah
dimunculkan oleh beberapa orang sebelum hanabilah, seperti al Mughirah
ibn Said, Hisyam ibn al Hakam, dan yang semasa dengan mereka seperti al
Karramiyyah pengikut Muhammad ibn Karram as-Sijzi (dan kebanyakan
as-Sijziyyin memiliki aqidah tajsim), jadi sebenarnya pengikut-pengikut
madzhab hanbali yang menyimpang tidak merintis bid'ah tajsim dan tasybih
ini, tapi mereka menghimpun apa yang terpisah-pisah dari pendahulu
mereka, lalu menambah-nambahinya, menyebarkan dan membelanya sebagai
akibat permusuhan mereka dengan kelompok Mu'tazilah dan lain-lain yang
teramat berlebih-lebihan dalam menafikan sifat.
Sejarah kemunculan
pengikut-pengikut madzhab hanbali yang ekstrim dan gerakan-gerakan
mereka berkaitan dengan paham tajsim, tasybih, menggunakan kekerasan
yang membuat jengkel, dan penyebaran fitnah, seperti yang dijelaskan
oleh Ibnu al Atsir dalam tarikhnya tentang fitnah-fitnah yang
ditimbulkan oleh para pengikut Madzhab Hanbali yang menyimpang pada
beberapa tahun; 310 H, 317 H, 323 H, 329 H, 447 H, 469 H, 475 H, 488 H,
567 H, 596 H.
Para pengikut madzhab hanbali yang ekstrim itu
menamakan diri mereka sebagai ahlussunnah wal jama'ah atau pengikut
as-salaf as-shalih, mengaku-ngaku mengikuti jalan mereka, tapi mayoritas
ummat para pengikut Mazhab Syafi'i, Hanafi, Maliki dan Hanbali yang
lurus tidak menyetujui mereka dan sebaliknya menentang mereka.
Di
antara kitab-kitab yang paling terkenal sebagai rujukan para mujassimah
yang barafiliasi pada Madzhab Hanbali (baik yang mereka karang sendiri
atau karangan orang lain di luar kelompok mereka) adalah sebagai
berikut:
Al Haydah karya al Kinani (w. 240 H), as-Sunnah (yang
dinisbatkan kepada) Abdullah ibn Ahmad (w. 291 H), Kitab an-Naqdl 'ala
Bisyr al Mirrisi karya ad-Darimi Utsman ibn Sa'id (w. 281 H),
as-Sunnahkarya al Khallal (w. 311 H), Kitab at-Tauhid karya Ibnu
Khuzaimah (w. 311 H), Syarh as-Sunnah karya al Barbahari (w. 329 H),
Kitab al Iman dan Kitab at Tauhid karya Ibnu Mandah (w. 395 H), Kitab
as-Syari'ah karya al Ajurri (w. 360 H), al Ibanah karya Ibnu Baththah al
Hanbali (w. 387 H), Syarh Ushul I'tiqad Ahlissunnahkarya Abu al Qasim
al Lalika'i (w. 418 H), Kumpulan beberapa risalah yang dinisbatkan
kepada Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H), al Azhamah karya Abu as-Syaikh
al Ashbahani (w. 369 H), dan kitab-kitab Abu Ya'la al Hanbali (w. 548
H).
Dalam kitab-kitab para pengikut Madzhab Hanbali yang ekstrim ini
banyak disebutkan kesalahan fatal mereka dan masih juga menjadi fitnah
pemecah belah ummat hingga kini, sepert; takfir syumuli (pengkafiran
secara menyeluruh) , penyesatan tanpa dalil, pembid'ahan tanpa dalil,
menvonis fasiq tanpa dalil, kezhaliman, sikap berlebihan kepada para
masyayikh, celaan, kebohongan, tajsim, takwil yang bathil, lebih
mengutamakan orang-orang kafir dari pada kaum muslimin, pembolehan
membunuh siapa saja yang mereka anggap sebagai musuh, isra'iliyyat, dan
lain-lain.
Contoh-contoh Pengkafiran Dari Para Pengikut Mazhab Hanbali Yang Ekstrim
* Pengkafiran Imam Abu Hanifah dan penganut Mazhab Hanafi, serta
pencelaan dan pembid'ahan terhadap mereka yang terdapat dalam
kitab-kitab pengikut Mazhab Hanbali yang ekstrim!!:
Dalam kitab
as-Sunnah yang dinisbatkan kepada Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal (w. 290
H) menyebutkan kalimat yang berisi tuduhan dan celaan dari musuh-musuh
Abu Hanifah yang mensifati beliau sebagai; kafir, zindiq, meninggal
dalam keadaan sebagai pengikut aqidah Jahmiyyah, merusak Islam sedikit
demi sedikit, tidak pernah dilahirkan dalam lingkungan ummat Islam orang
yang lebih jelek dan lebih berbahaya kepada ummat darinya, abu al
khathaya (sumber kesalahan-kesalahan), menipu agama, abu jifah(bangkai),
dan bahwa beliau adalah orang pertama yang mengatakan al Qur'an adalah
makhluk.
Saya yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa kitab
as-Sunnahini dipalsukan penisbatannya kepada Imam Ahmad dan banyak
dimasukkan sisipan-sisipan tidak benar di dalamnya, siapapun dari kita
yang mencoba membandingkan antara kitab as-Sunnahini dengan kitab beliau
Musnad al Imam Ahmad, maka akan menemukan perbedaan yang teramat jelas,
atau juga jika dibandingkan dengan kitab-kitab induk dalam Mazhab
Hanbali seperti kitab al Mughnikarya Ibnu Qudamah dan lain-lainnya, maka
akan menemukan perbedaan yang sama.
Mujassimah zaman sekarang
–yaitu kelompok Wahhabiyyah- juga seperti ini, salah satu pemuka mereka
yang bernama al Qanuji menyebutkan dalam kitabnya yang dia beri nama
ad-Din al Khalish (juz 1/hal 140): "Taqlid kepada mazhab adalah
kesyirikan", dengan ini berarti bahwa dia telah mengkafirkan semua ummat
Islam pada masa sekarang ini, karena ummat Islam saat ini semuanya
adalah penganut mazhab empat, dan mereka itu menurut kelompok Wahhabi
adalah kafir.
Ali ibn Muhammad ibn Sinan pengajar di masjid
an-Nabawi dan perguruan tinggi yang dinamakan al Jami'ah al
Islamiyyahdalam kitabnyayang dinamakan al Majmu' al Mufid min Aqidah at
Tauhid, hal 55, dia berkata: "Wahai umat Islam tidak bermanfaat islam
kalian, kecuali jika kalian terang-terangan memerangi tarekat-tarekat
shufiyyah dan menghabisinya, perangilah mereka sebelum kalian memerangi
Yahudi dan Majusi".
Orang–orang Wahabi mengkafirkan penduduk semua
negara-negaraIslam dan ulama–ulamanya sebagaimana tersebut dalam kitab
mereka yang dinamakan Fath al Majid mereka mengatakan dalam kitab
tersebut pada hal. 190:"Khususnya telah diketahui bahwa kebanyakan
ulama–ulama di daerah–daerah tidak mengetahui tentang tauhid kecuali
yang di tetapkan oleh orang–orang musyrik saja".
Kemudian penulis
buku itu berkata: "Penduduk Mesir semuanya kafir karena mereka menyembah
Ahmad al Badawi, juga penduduk Irak dan sekitarnya seperti Omman,
mereka semua kafir karena mereka menyembah al Jilani, dan penduduk Syam
semuanya kafir, mereka menyembah Ibnu Arabi dan begitu juga dengan
penduduk Yaman, Najd dan Hijaz".
Dan didalam kitab mereka yang
dinamakan I'shar at-Tauhidkarya Nabil Muhammad mereka mengkafirkan para
kaum sufi dan ahli tarekat dan semua penduduk negara–negara Islam
seperti Mesir,Libya, Maroko, India, Persia, Asia Barat, negara–negara di
dataran Syam,Nigeria, Turki, negara-negara di wilayah Romawi,
Afganistan, negara–negaraTurkistan di China, Sudan, Tunisia,al Jazair.
Sampai Sayyidah Hawa tidak lepas dari pengkafiran Wahabiyah,
sebagaimana disebutkan oleh al Qanuji dalam kitab yang dia namakan ad
Din al Khalis, juz.1, hal. 160, dia mengatakan: "Pendapat yang benar
adalah bahwa kesyirikan telah dilakukan oleh Hawa saja, dan bukan Nabi
Adam".Dari sini diketahui bahwa orang–orang Wahabi menjadikan semua
manusia adalah anak–anak zina.
Dan dalam kitab mereka dinamakan
at-Tauhidyang merupakan buku panduan kurikulum untuk kelasa 1 madrasah
aliyah, karangan al Fauzan dari kementrian bidang pendidikan dan
pengajaran kerajaan Saudi Arabia terbitan tahun 1424 H,hal. 66 dan 67,
mereka mensifatikaum Asya'irah dan Maturidiyah dengan kesyirikan, dan
mereka berkata tentang orang–orang musyrik zaman dahulu: "Mereka
orang–orang musyrik adalah pendahulu bagi kelompok Jahmiyah, Mu'tazilah
dan Asya'irah".
Dalam kitab Ibn Baz yang dinamakan Fatawa fil Aqidah
surat–surat petunjuk untuk pimpinan lembaga keamanan Negara halaman 13
Ibnu Baz berkata tentang orang–orang yang beristighosah dan bertawasul
dengan para nabi dan para wali bahwa mereka itu adalah orang–orang
musyrik dan kafir yang tidak boleh dinikahkan dan tidak boleh bagi
mereka untuk masuk masjidil haram dan tidak diberlakukan seperti
perlakuan terhadap orang–orang Islam meskipun mereka tidak tahu, dan
tidak dihiraukan ketidaktahuan mereka itu bahkan wajib hukumnya untuk
diperlakukan (menurutnya) seperti perlakuan terhadap orang–orang kafir.
Muhammad Ahmad Basymil dalam kitabnya yang dinamakan Kaifa Nafhamu
at-Tauhid mengatakan pada halaman 16: "Abu Jahal dan Abu Lahab lebih
kuat tauhidnya dan lebih murni keimanannya kepada Allah dari pada orang
Islam yang megatakan lailahailallah-muhammadurrasulullah, karena mereka bertawasul dengan para wali dan orang–orang shalih".
Pengkafiran Menurut Ibnu Taimiyah
Landasan pengkafiran sudah ada pada perkataan-perkataan Ibnu Taimiyah
(w. 728 H), ketika dia sangat berlebihan dalam membedakan antara
tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyyah, dia terlalu mempermudah dalam
permasalahan pertama,sebaliknya terlalu keras dan berlebihan dalam
permasalahan kedua, bahkan pembedaan semacam itu pada dasarnya adalah
pembedaan yang dia ada-adakan yang tidak ada dalam al Qur'an dan hadits
Rasulullah shallallhu 'alaihi wasallam, bahkan sebelumnya tidak ada
satupun dari para sahabat atau tabi'in yang mengatakan tentang pembedaan
ini. Padahal kita tahu bahwa tauhid itu hanyalah satu, dan pembedaan
semacam inilah yang membuat Ibnu Taimiyah dan pengikut-pengikutnya
mengatakan bahwa Allah tidak mengutus para rasul kecuali hanya untuk
tujuan tauhid uluhiyyah saja, adapun tauhid rububiyyah, maka orang-orang
kafir juga mengakuinya!!
Makna uluhiyyah dan rububiyyah menurutnya
adalah saling bertentangan, dia meyakini bahwa rububiyyah adalah
khaliqiyyah (keberadaan Tuhan sebagai pencipta) saja, Ibnu Taimiyah
telah memasukkan dalam aqidah ini permasalahan yang tidak ada di
dalamnya,terutama dalam permasalahan furu', dan semua tuduhan kufur dan
syirik darinya masuk kepada permasalahan furu' saja, seperti tawassul,
istighatsah, ziarah qubur, dll.
Pengkafiran Menurut Ibnu al Qayyim
Ibnu al Qayyim menulis satu fasal dalam nuniyyahnya yang diberi judul
(Fasal: Menjelaskan bahwa muaththil adalah musyrik)!! yangdia maksud
dengan muaththildi sini sebagaimana disebutkan oleh penyarah kitab ini
Muhammad Khalil Haras: adalah para filosof, Muktazilah, Asy'ariyyah,
Qaramithah dan Shufiyyah, ada percampuran antara Qaramithah dan
Asy'ariyyah!! Selain percampuran antara Qaramithah dan Shufiyyah!! Ibnu
al Qayyim berkata dalam nuniyyahnya:
لكن أخو التعطيل شر من أخي ال إشراك بالمعقول والبرهان
Maknanya: "Tapi orang yang muaththil itu lebih keji dari orang yang melakukan kesyirikan, sesuai dengan logika dan dalil".
Tajsim dan Tasybih Yang Terdapat Dalam Kitab-Kitab Pengikut Madzhab Hanbali Yang Ekstrim
- Syeikh Abdul Mughits al Harbi al Hanbali menshahihkan hadits
istilqa', yaitu hadits yang di dalamnya terdapat bahwa Allah setelah
selesai menciptakan makhluk-makhluk Ia terlentang dan meletakkan kaki
satu di atas kaki yang lain , dan ini adalah tasybih yang amat jelas
sekali.
- al Ahwazi al Hanbali menulis sebuah kitab yang cukup
besar tentang sifat-sifat, di antaranya hadits 'araqal Khail yang
redaksinya menyebutkan bahwa Allah ketika hendak menciptakan Dzat-Nya Ia
menciptakan kuda dan membuatnya berlari, sampai berkeringat, lalu
menciptakan dzat-Nya dari keringat itu , Maha Suci Allah dari semua itu.
- Mereka meriwayatkan bahwa al maqam al mahmudbagi Nabi Muhammad
adalah duduknya beliau bersama tuhan di atas Arsy, dan mereka menganggap
orang yang menyalahi ini sebagai pengikut Jahmiyyah atau zindiq!! Dan
bahwa adanya hari penghitungan amal tidak wajib diyakini .
al
Barbahari tokoh Mujassimah dari pengikut Madzhab Hanbali pada masanya,
di setiap majlisnya dia selalu menyebutkan bahwa Allah mendudukkan nabi
bersamanya di atas 'Arsy .
- Dalam kitab mereka yang dinamakan
kitab as-Sunnah hal. 75, mereka mengatakan: "Allah berada di atas Arsy,
dan Kursi adalah tempat kedua kakinya". Dan pada hal. 76 mereka
mengatakan tentang Allah: "Ia bergerak".
Ibnu Taimiyah Adalah Pembaharu Aqidah Tajsim
* Ibnu Bathuthah dalam Rihlahnya hal. 90 menyebutkan: "Di Damaskus
pernah ada seorang yang merupakan salah satu pembesar Madzhab Hanbali
yang bernama Ibnu Taimiyah, ia banyak berbicara dalam berbagai macam
disiplin keilmuan, tapi ada ketidak beresan di akalnya, …. pada saat itu
aku sedang di Damaskus, aku menghadiri majlisnya pada hari jum'at, dan
dia memberi mauizhah kepada orang-orang di atas minbar masjid
jami',seraya mengingatkan orang-orang, dan di antara yang diomongkannya
adalah: "Allah turun ke langit pertama seperti turunnya aku dari minbar
ini! Lalu dia turun setingkat demi setingkat di atas tangga mimbar, lalu
dibantahlah oleh seorang Faqih Maliki yang dikenal dengan sebutan Ibnu
az-Zahra',Ia mengingkari apa yang diucapkan Ibnu Taimiyah, dan
orang-orangpun mendekati faqih tersebut, lalu memukuli Ibnu Taimiyah
dengan tangan dan sandal berkali-kali sampai terlepas surbannya".
AlHafizh Ibnu Hajar dalam ad-Durar al Kaminah juz. 1/hal.154 berkata:
"Mereka menyebutkan bahwa Ibnu Taimiyah menyebutkan hadits nuzul, lalu
dia turun dari atas mimbar seraya berkata: 'Seperti turunnya aku ini',
maka akhirnya dia dikenal sebagai penganut ajaran tajsim".
* Ibnu
Taimiyah berkata dalam Majmu'nya juz.4/hal. 374: "Muhammad didudukkan
oleh tuhannya di atas Arsy bersamanya". Dan berkata dalam kitabnya
Talbis al Jahmiyyah juz.1, hal. 573: "Allah berada di atas Arsy dan para
malaikat yang menyangga Arsy merasakan berat badan Allah".
Ibnu al
Qayyim murid Ibnu Taimiyah berkata: "Allah duduk di atas Arsy, dan Ia
mendudukkan Muhammad bersamanya", pernyataan ini dia sebutkan dalam
kitab Badai' al Fawa'id juz. 4, hal. 40.
* Abu Hayyan al Andalusi
dalam kitabnya an-Nahr al Madd: "Aku membaca di kitab Ibnu Taimiyah
-yang semasa denganku- sebuah tulisan tangannya sendiri, yang dia beri
nama Kitab al 'Arsy, ia menulis: "Allah duduk di atas Kursi dan Ia
mengosongkan tempat untuk mendudukkan Rasulullah bersamanya", at-Taj
Muhammad ibn Ali ibn Abdil Haq al Barinbari membuat tipudayaterhadapnya,
ia berpura-pura mendukungnya, sampai akhirnya ia mendapatkan kitab itu,
dan kami membaca perkataannya itu di kitab tersebut".
Ibnu
Taimiyah berkata dalam kitabnya Bayan Talbis al Jahmiyyah juz.1/hal.568
menukil dari salah seorang mujassim dan menyepakatinya: "Kalau
seandainya Allah berkehendak, maka ia akan menempat di atas punggung
nyamuk, dan nyamuk itu akan kuat mengangkatnyadengan kekuasaannya dan
pengaturannya yang menjadikan nyamuk seperti itu, (menurutnya kalau
nyamuk saja dijadikan oleh Allah mampu mengangkatnya) apalagi Arsy yang
begitu besar".
Dan Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya yang
dinamakan Minhaj as-Sunnah juz.1/hal.210: Kita mengatakan bahwa Allah
bergerak dan muncul pada dzatnya sifat-sifat baharu dan sifat-sifat
makhluk, lalu apa dalil yang menunjukkan kesalahan pendapat kami ini?"
Dan berkata dalam kitabnya MuwafaqatuSharih al Ma'qul li Shahih al
Manqul juz.2/hal. 29 menukil dari salah seorang mujassim dan
menyetujuinya: "Allah memiliki batasan yang tidak diketahui kecuali oleh
Dia saja, dan tidak boleh bagi seorang untuk membayang-bayangkan
batasan itu, tetapi wajib baginya untuk beriman akan adanya batasan itu,
sertamenyerahkan ilmu tentang hakikat batasan tersebut hanya kepada
Allah, dan tempat Allah pun memiliki batasan, Dia di atas Arsy di atas
langit yang tujuh dan inilah dua batasan baginya".
Ibnu Taimiyah
berkata dalam kitabnya Muwafaqat Sharih al Ma'qul li Shahih al Manqul,
juz.2/hal. 29-30 menukil perkataan salah seorang mujassimah dan
menyetujuinya: "Telah bersepakat kaum muslimin dan kafirin dalam satu
kata bahwa Allah ada di atas langit, dan mereka membatasi Allah dengan
batasan itu".
Dan Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Talbis al
Jahmiyyah, juz 1/hal. 427: "Ini semua dan yang semisalnya adalah bukti
dan dalil tentang adanya batasan bagi Allah, dan orang yang tidak mau
mengakui adanya batasan baginya, berarti dia telah mengingkari al Qur'an
dan menentang ayat-ayat Allah". Perkataan ini dia nukil dari salah
seorang mujassimah dan dia menyetujuinya.
Dan Ibnu Taimiyah
menyebutkan dalam kitabnya at Ta'sis fi Radd Asas at-Taqdis juz 1/hal.
100: "Dan tidak mencela seseorangpun dari generasi salaf orang lain
karena dia adalah seorang mujassim, dan tidak ada satupun dari mereka
yang mencela kaum mujassimah".
Dan dia berkata juga dalam kitab
yang sama juz. 1/hal. 101: "Dan tidak terdapat dalam kitab Allah, hadits
Rasulullah, atau perkataan salah seorang dari generasi salaf dan para
ulamanya bahwa Allah bukanlah benda, dan bahwa sifat-sifatnya bukanlah
benda atau sifat-sifat benda?! Maka menafikan sifat-sifat yang
ditetapkan dalam nash-nash syara' dan akal dengan menafikan
lafazh-lafazhnya yang mana syara' tidak menafikan makna-maknanya adalah
suatu kesesatan dan kebodohan".
Dan berkata juga dalam kitab yang
sama juz. 1/hal 109: "Jika demikian, maka nama musyabbihah tidak
disebutkan dengan celaan baik dalam al Qur'an, hadits, atau perkataan
sahabat dan tabi'in".
Dan dia juga berkata dalam kitab yang sama
juz. 1/hal. 111 perkataan yang menetapkan arah bagi Allah dengan tegas
yang berbunyi: "Dan al Bari subhanahu wa ta'aladi atas alam secara
hakiki dan bukan ketinggian derajat".
Dan dalam kitab Bayan Talbis
al Jahmiyyah karya Ibnu Taimiyah diterbitkan di Saudiyah Majma' al Malik
Fahd halaman 358, Ibnu Taimiyah mengatakan: "Perkataannya:"maka aku
bersama tuhanku dalam bentuk yang paling bagus", jelas sekali
menerangkan bahwa yang memiliki bentuk yang paling bagus adalah tuhan".
Lihatlah pada tasybihnya yang begitu jelas di sini,IbnuTaimiyah
menyifati Allah dengan bentuk dan rupa, dan sudah diketahui di kalangan
umat Islam bahwa makna hadits tersebut bukanlah seperti itu, akan
tetapimaksud dari hadits tersebut adalah tentang Nabi Muhammad, artinya
yang sedang dalam rupanya yang paling bagus adalah Nabi Muhammad.
Dan pada hal. 365 pada kitab yang sama Ibnu Taimiyah berkata: "Nabi
Muhammad menyebutkan bahwa beliau melihat tuhannya dalam berupa seorang
pemuda yang kedua kakinya lebat dengan bulu dengan warna kehijauan,
mamakai dua alas kaki dari emas, di wajahnya terdapatkupu-kupu dari
emas.
Dan pada hal. 375 ia berkata: "Perkataan orang yang mengatakan
bahwa Dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua pundakku sampai aku
merasakan dinginnya ujung-ujung jarinya di dadaku atau antara kedua
tetekku adalah jelas sekali menegaskan bahwa meletakkan tangan adalah
tangan yang hakiki dan tidak mengandung kemungkinan makna nikmat dari
segi apapun.
Kemudian dia juga berkata pada halaman 407 perkataan
yang menampakkan sebenarnya akidahnya yang meyakini jism bagi Allah, dia
berkata: "Kedua: telah kami sebutkan bahwa semua yang disebutkan dari
dalil-dalil ini ialah yang menafikan jism sesuai dengan istilah mereka
adalah dalil-dalil yang salah".
Dan dia juga berkata pada halaman
543: "Bahkan kami mengatakan semua yang ada itu berdiri sendiri, dan
hakikatnya seperti itu.Dan bahwa apa yang tidak seperti itu ialah 'aradl
(sifat benda) yang berdiri pada selainnya, dan tidak diterima akal
suatu yang ada kecuali apa yang bisa ditunjukkan atau yang seperti
apa-apa yang bisa ditunjukkan".
Aqidah Imam Ahmad ibn Hanbal dan Terlepasnya Beliau Dari Sangkut Paut Dengan Para Penganut Aqidah Tajsim
Hal terpentingdari Imam Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal radliyallahu
'anhu semasa hidup beliau adalah manhaj beliau dalam aqidah dan
keteguhan beliau dalam berpegang teguh dengan ajaran al Qur'an dan
Sunnah dan ajaran generasi salaf:
- Dalam mentauhidkan Allah dan
menyucikan-Nya dari benda, tempat, arah, bergerak dan diam, Imam Abu al
fadl at-Tamimi al Hanbali dalam kitab I'tiqad al Imam Ahmad hal. 38,
dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata:
والله تعالى لا يلحقه تغير ولا
تبدل ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش، وكان ينكر الإمام أحمد على من يقول
إن الله في كل مكان بذاته لأن الأمكنة كلها محدودة
Maknanya: "Allah
tidak berubah dan tidak mengalami pergantian, tidak diliputi oleh
batasan sebelum menciptakan 'Arsy, dan Imam Ahmad mengingkari orang yang
mengatakan bahwa Allah dengan dztNya berada di semua tempat, karena
tempat-tempat itu ada batasannya".
- Imam Abu al Fadl
at-Tamimi pemuka madzhab hanbali di Baghdad dan putra pemuka madzhab
Hanbali dalam kitabnya (I'tiqad al Imam Ahmad hal. 45):
وأنكر أحمد
على من يقول بالجسم وقال إن الأسماء مأخوذة من الشريعة واللغة، وأهل اللغة
وضعوا هذا الاسم على ذي طول وعرض وسمك وتركيب وصورة وتأليف والله تعالى
خارج عن ذلك كله فلم يجز أن يسمى جسما لخروجه عن معنى الجسمية ولم يجئ في
الشريعة ذلك فبطل
Maknanya: "Imam Ahmad mengingkari orang yang
mengatakan bahwa Allah adalah jism, dan beliau berkata bahwa nama-nama
itu diambil dari ajaran syara' dan bahasa, dan para ahli bahasa
menggunakan kata jism untuk sesuatu yang memiliki panjang, lebar,
kedalaman, susunan, dan bentuk, dan Allah di luar semua itu, maka tidak
boleh dikatakan bahwa Allah adalah jism karena Allah bukanlah jism, dan
dalam ajaran syari'at tidak ada nash yang menyebutkan itu, maka
perkataan orang bahwa Allah itu jism adalah bathil".
- Al Imam al Hafizh Ibnu al Jauzi berkata dalam kitabnya Daf'u Syubah at-Tasybih hal. 56 berkata:
براءة أهل السنة عامة والإمام أحمد خاصة عن عقيدة المجسمة وقال: كان أحمد لا يقول بالجهة للبارئ
Maknanya: "Terlepasnya Ahlussunnah umumnya dan Imam Ahmad khususnya
dari aqidah tajsim, dan berkata: Imam Ahmad tidak menisbatkan arah bagi
Allah".
- Al Qadli Badruddin ibn Jama'ah dalam kitabnya Idlah
ad-Dalil fi Qath'i Syubahi ahli at-Ta'thil hal. 108 menyebutkan bahwa
Imam Ahmad tidak mengatakan bahwa Allah berada di suatu arah tertentu.
- Al Imam al Hafizh al Iraqi, al Imam al Qarafi, Syeikh Ibnu Hajar al
Haitami , Mulla Ali al Qari , Muhammad Zahid al Kautsari dan lain-lain
menukil dari para imam madzhab empat, penunjuk ummat Imam Syafi'i , Imam
Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah perkataan mereka yang berisi
tentang pengkafiran orang yang mengatakan bahwa Allah ada di suatu arah
atau beraqidah tajsim", bahkan penulis kitab al Khishal yang merupakan
salah seorang pengikut madzhab Hanbali menukil dari Imam Ahmad tentang
pengkafiran orang yang mengatakan:
الله جسم لا كالأجسام
Dan perkataan beliau yang masyhur yang diriwayatkan oleh Abu al Fadl at-Tamimi al Hanbali:
مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك
Maknanya: "Apapun yang terlintas dalam benakmu maka Allah tidak seperti itu".
Ini merupakan dalil yang menunjukkan kejernihan aqidah Imam Ahmad dan bahwa beliau meyakini aqidah tanzih.
- Begitu juga Imam Ahmad mentakwil ayat-ayat mutasyabihat yang beirisi
tentang sifat-sifat, al Baihaqi meriwayatkan dari al Hakim dari Abu Amr
ibn as-Sammak dari Hanbal bahwa Ahmad ibn hanbal mentakwil firman Allah:
وجاء ربك bahwa yang datang adalah pahala amalan yang diberi oleh-Nya,
al Baihaqi berkata: ini sanadnya bersih dan tidak ada sedikitpun debu di
atasnya, dan ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Tarikhnya (juz.
10/hal. 327).
Dalam riwayat lain yang dinukil oleh al Baihaqi dalam manaqib Ahmad bahwa Imam berkata:
جاءت قدرته أي أثر من آثار قدرته
Maknanya:"Datang tanda-tanda kekuasaan-Nya".
Al Baihaqi berkata: "Di sini terdapat dalil bahwa Imam Ahmad tidak
berkeyakinan bahwa "al maji"jika disandarkan kepada Allah seperti
tersebut dalam al Qur'an, atau "nuzul" jika dinisbatkan kepada Allah
seperti tersebut dalam hadits berarti berpindah dari satu tempat ke
tempat lainseperti datangnya makhluk yang memiliki bentuk, tapi bermakna
ungkapan nampaknya tanda-tanda kekuasaan Allah"
Dalam kitab al
Futuhat ar-Rabbaniyyah 'ala al Adzkar an-Nawawiyyah karya seorang ulama
ahli tafsir bernama Muhammad ibn 'Allan ash-Shiddiqi asy-Syafi'I al
Asy'ari al Makki (w. 1057 H), pada "Bab: Anjuran Untuk Berdo'a Dan
Beristighfar Pada Paruh Kedua Setiap Malam" juz. 2/hal. 196: "Dan Allah
Maha Suci dari arah, tempat, bentuk, dan semua sifat-sifat baharu, dan
ini adalah keyakinan penganut kebenaran, termasuk Imam Ahmad ibn Hanbal,
dan apa saja yang dinisbatkan oleh sebagian orang kepada beliau yang
berisi tentang penisbatan arah bagi Allah atau yang semisalnya, semuanya
itu adalah kebohongan yang nyata terhadap beliau, dan terhadap para
pengikutnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu al Jauzi
yang merupakan salah satu pembesar dalam Madzhab Hanbali".
Al Hafizh
Ibnu Asakir –semoga Allah merahmatinya- dalam kitabnya Tabyin Kadzib al
Muftari fi Ma Nusiba Ila al Imam Abi al Hasan al Asy'ari hal. 164:
"Ibnu Syahin mengatakan: dua orang yang shalih diuji dengan orang-orang
yang buruk, Ja'far ibn Muhammad dan Ahmad ibn Hanbal".
Dalam
al Fatawa al Haditsiyyahkarya Ibnu Hajar al Haitami (w. 973 H), pada
halaman 144 mengatakan: "Aqidah Imam as-Sunnah Ahmad ibn Hanbal adalah
aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah yaitu aqidah tanzih (mensucikan) Allah
dari apa-apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zhalim dan orang-orang
yang menentang, mensucikan Allah dari arah dan kebendaan dan lain-lain
yang termasuk tanda-tanda kekurangan dan bahkan dari semua sifat yang
tidak mengandung arti kesempurnaan secara muthlaq, dan yang terkenal di
kalangan orang-orang bodoh yang berafiliasi kepada Imam Ahmad bahwa
beliau menisbatkan arah kepada Allah adalah kebohongan semata, laknat
Allah bagi orang yang menisbatkan itu kepada Imam Ahmad, atau menuduh
beliau dengan kejelekan-kejelekan ini, semoga Allah membebaskan beliau
dari itu semua".
Penutup
Berisi Nasehat
Allah ta'ala berfirman:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر (آل عمران: 110)
Maknanya: "Kalian adalah sebaik-baik umat di antara seluruh umat
manusia, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran" (QS
Ali Imran: 110).
Allah ta'ala berfirman:
والمؤمنون والمؤمنات
بعضهم أولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويقيمون الصلاة ويؤتون
الزكاة ويطيعون الله ورسولهأولئك سيرحمهم الله إن الله عزيز حكيم (التوبة:
71).
Maknanya: "Orang-orang yang beriman baik laki-laki atau
perempuan sebagaian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain,
mereka memerintahkan kepada keta'atan, dan mencegah kemunkaran,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menta'ati Allah dan rasul-Nya,
mereka itu yang dirahmati oleh Allah, dan Allah Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana".
Allah ta'ala berfirman tentang Nabi Nuh 'alaihissalam:
أبلغكم رسالات ربي وأنصح لكم وأعلم من الله ما لا تعلمون (الأعراف: 62).
Maknanya: "Aku sampaikan kepada kalian risalah dari Tuhanku dan aku mengetahui dari wahyu Allah apa yang tidak kalian ketahui".
Dan tentang Nabi Hud 'alaihissalam:
أبلغكم رسالات ربي وأنا لكم ناصح أمين (الأعراف: 68).
Maknanya: "Aku sampaikan kepada kalian risalah dari Tuhanku dan aku adalah pemberi nasehat kepada kalian yang terpercaya".
Dari Tamim ad-Dari –semoga Allah meridloinya- bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"الدين النصيحة"، قلنا لمن؟ قال: "لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم (رواه مسلم).
Maknanya: "(termasuk perkara yang teramat penting dalam) Agama ini
adalah nasehat", para sahabat bertanya: "Apa nasehat itu?" Rasulullah
menjawab: "Nasehat untuk beriman kepada Allah, beriman kepada kitab
Allah, beriman kepada Rasulullah, membantu para pemimpin umat Islam, dan
menasehati orang awam kepada mashlahat dan keta'atan".
Dan dari Jarir –semoga Allah meridloinya- berkata:
بايعت رسول الله صلى الله عليه وسلم على إقام الصلاة وإيتاء الزكاة والنصح لكل مسلم (رواه البخاري ومسلم).
Maknanya: "Aku berjanji kepada Rasulullah untuk selelu menjalankan shalat, mengeluarkan zakat, dan menasehati setiap muslim".
Nasehat kami kepada setiap muslim untuk selalu berpegang teguh dengan
aqidah sunniyyah Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, dan bersungguh-sungguh
untuk menyebar dan menegakkannya, terutama para ulama dan umara', dan
setiap kita dimanapun dia berada. Dengan ini ummat Islam akan menjadi
kuat dan disegani oleh ummat-ummat lain. Dan ini adalah penjagaan dan
benteng untuk setiap daerah, dan keamanan serta ketentraman bagi setiap
Negara.
Ketahuilah wahai saudaraku yang seiman –semoga Allah
merahmatimu dengan taufiq-Nya- bahwa jalan untuk mencapai penyatuan
ummat dan penyeragaman kata mereka adalah dengan menyatukan hati mereka
dalam satu aqidah yang benar yaitu aqidah Asy'ariyyah dan Maturidiyyah
Ahlussunnah wal Jama'ah, aqidah as-Salaf as-Shalih, aqidah Nabi Muhammad
dan para sahabatnya dan ahlul bait dan orang-orang yang mengikuti
mereka dalam kebaikan.
Kalau kita mengambil dua contoh ini:
Pertama: Sulthan Muhammad al Fatih al Utsmani al Maturidi
Kedua: Sulthan Shalahuddin al Ayyubi al asy'ari asy-Syafi'i
Keduanya telah berjuang dalam menyebarkan aqidah Ahlussunnah wal
Jama'ah dan mengumpulkan hati orang-orang dalam satu kalimat tauhid,
sehingga mempermudah mereka dalam menyatukan tentara Islam dalam satu
barisan, akhirnya sulthan Muhammad al Fatih berhasil menaklukkan
konstatinopel, dan Sultan Shalahuddin berhasil membebaskan Masjid al
Aqshadari cengkeraman pasukan salib setelah dikuasai oleh mereka selama
90 tahun.
Sulthan Muhammad al Fatih
Nama lengkapnya sulthan
Muhammad Khan Fatihul Qisthanthiniyyah ibn Murad, dilahirkan pada tahun
835 H, termasuk salah satu raja terkemuka di kalangan raja-raja keluarga
Utsman dan yang paling kuat dalam berjuang. Melaksanakan beberapa kali
peperangan, yang paling besar adalah perang dalam penaklukan
Konstatinopel setelah dikepung selama 51 hari, tepatnya pada tanggal 24
Jumada al akhirah tahun 857 H, dan beliau memiliki karamah-karamah yang
aneh dan peninggalan-peninggalan yang mengagumkan, berkuasa selama 31
tahun, sampai akhirnya meninggal pada tahun 886 H.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memuji beliau dan tentara beliau, dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al Bazzar, at-Thabarani, al
Hakim dengan sanad yang shahih:
لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش
Maknanya: "Konstantinopel akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin
adalah pemimpin yang berhasil menaklukkannya, dan sebaik-baik bala
tentara adalah bala tentara yang menaklukkannya".
Dan konstantinopel
akhirnya takluk setelah lewat 900 tahun dari meninggalnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, di tangan sulthan Muhammad al Fatih al
Maturidi –semoga Allah merahmatinya- dan beliau adalah seorang penganut
ajaran sunni, meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat, mencintai kaum
shufi yang lurus, dan bertawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam.
Sulthan Shalahuddin :
Dilahirkan pada tahun
532 H, beliau –semoga Allah merahmati beliau- seorang penganut Madzhab
Asy'ari dalam aqidah dan pengamal Mazhab Syafi'I dalam fiqih, seorang
yang berilmu, shalih, dan mutawadli' (rendah hati), wara', beragama,
bersahaja (zuhud), sangat rajin untuk shalat berjama'ah, tekun dalam
melaksanakan amalan-amalan sunnah dan shalat malam, memperbanyak dzikir,
senang mendengar bacaan al Qur'an, hatinya khusyu', banyak meneteskan
air mata (karena sedih meratapi kekurangannya), teman yang pengasih,
lemah lembut dan suka memberi nasehat, adil, menyayangi rakyatnya, belas
kasihan dan suka menolong kepada orang-orang yang dizhalimi dan
orang-orang yang lemah, pemberani, pemurah, penyabar, akhlaqnya mulia,
hafal al Qur'an, hafal kitab Tanbih dalam fiqih Syafi'i, banyak
bertalaqqi hadits-hadits, selalu berdo'a kepada Allah dan tidak
membuatnya gentar -dalam berjuang di jalan yang diridloi Allah- celaan
orang yang mencela.
Wilayah kekuasaannya dari ujung Yaman sampai
Maushil, dari Tripoli barat sampai Naubah, diserahi tampuk pemerintahan
untuk seluruh daerah syam, Yaman dan cakupannya seperti Emirat, Qatar,
Bahrain, Oman, juga seluruh Hijaz, seluruh daerah di Mesir, banyak
membangun dan menyemarakkan masjid-masjid dan madrasah-madrasah,
menyemarakkan benteng di gunung, pagar di Kairo, membangun Kubah makam
Imam Syafi'i, menghapus penarikan pajak, membuka sekitar tujuh puluh
lebih kota dan benteng-benteng, membebaskan Quds (palestina) dan
menyucikannya setelah dikuasai selama 90 tahun oleh orang-orang kafir. Wafat pada tahun 589 H, pada saat meninggal beliau berumur 57 tahun, dan tidak mewariskan kekuasaan ataupun tanah.
Di antara manaqib-manaqibnya:
Beliau memerintahkan pada muadzin untuk mengumandangkan aqidah al
Mursyidahdiatas menara menjelang shubuh dan para muadzin pun
melaksanakannya di setiap malam diseluruh masjid– masjid jami',
kebiasaan itupun berlanjut sekitar 400 tahun lebih.
Sejarawan
Taqiyuddin al–Maqrizi (w.845H)dalam kitabnya al Mawaizh Wal I'tibath
Bidzikril Alkhithoti Wal Atsar berkata: "Ketika Sultan Shalahuddin Yusuf
bin Ayyub diserahijabatan pemerintahan,beliau mengeluarkan satu
perintah kepada para muadzin untuk mengumandangkan di atas menara–menara
pada malam hari menjelang shubuh pembacaan aqidah yang dikenal dengan
al Aqidah al Mursidah dan selanjutnya para muadzin melaksanakan secara
terus menerus perintah itu dengan membacakan kitab aqidah tersebut di
setiap malam di seluruh masjid jami' di Mesir sampai sekarang.
al
Hafidz Jalaluddin as-Suyuti (w. 911 H)dalam kitabnya al Wasail ila
Ma'rifat al Awail: "Ketika Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub diserahi
pemerintahan,beliau membuat satu perintah kepada para muadzin untuk
mengumandangkan di atas menara–menara pada malam hari menjelang shubuh
pembacaan aqidah yang dikenal dengan al Aqidah al Mursyidahdan
selanjutnya para muadzin melaksanakan secara terus menerus perintah itu
dengan membacakan kitab aqidah tersebut di setiap malam di selruh masjid
jami' di Mesir sampai sekarang".
Al a'lamah al Muhammad ibn A'lan
ash-Shidiqi as-Syafi'i (w. 157 H)dalam kitabnya al Futuhat ar-Rabbaniyah
a'la al Adzkar an-Nawawiyah berkata: "Ketika Shalahuddin ibn Ayub
diserahi jabatan pemerintahan dan beliau menghimbau masyarakat untuk
teguh mempertahankan aqidah Asy'ari, beliau memerintahkan kepada para
muadzin untuk mengumandangkan aqidah asy'ariyah yang di kenal dengan
sebutan al Aqidah al Mursyidah,dan mereka terus menjalankan perintah itu
dan membacakan aqidah ini setiap malamnya sebelum shubuh".
Dalam
kitab Thabaqat asy-Syafi'iyah Tajuddin sa-Subki mengatakan bahwa Syekh
Fahruddin ibn Asakir mengajarkan al Aqidah al Mursyidah . Di
Damaskus al Hafidz Shalahuddin al A'la'i (W.761.H) sebagaimana dinukil
oleh as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi'iyahberkata dan al Aqidah al
Mursyidah ini pengarangnya benar–benar berada di jalan yang lurus dan
dia telah benar dalam mensucikan Allah yang maha agung.
Tajuddin
as-Subki (w.771H) dalam kitabnya Mu'id an-Nia'am waMubid an-Niqam
mengatakan: "Aqidah Asy'ari ialah aqidah yang terdapat pada kitab aqidah
karya Abu Ja'far ath-Thahawi,Aqidah Abu al Qasim al Qusyairi, dan
aqidah yang terkenal yang bernama al Aqidah al Mursyidahke
empat–empatnya sama-sama meyakini dasar-dasar aqidah Ahlussunnah wal
Jamaah.
Imam Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi (w.895H)dalam Syarahnya:
"al Aqidah al Mursyidah yang dinamakan dengan alAnwar al Mubayyinah li
Ma'ani I'qdi al Aqidah al Mursyidahbersepakat para imam-imam atas
kebenaran aqidah ini dan aqidah ini adalah aqidah mursyidah rosyidah.